Meet the Driver
Elvira Sari Ratnadi
Wanita Perkasa
B
ila melihat dandanannya yang apik, agak
sulit memercayai perempuan cantik
berdarah Palembang yang akrab disapa
Evi ini gemar mengendarai mobil berukuran
besar, dari bus sampai truk tronton. Belajar
menyetir mobil sedan sejak SD bersama sang
paman, lama-kelamaan saat beranjak dewasa,
Evi pun menemukan keasyikan tersendiri kala
mengakrabi kemudi.
“Suatu kali, saya ditilang polisi gara-gara
melintasi busway di kawasan Thamrin. Sejak
itu, saya bertekad menjadi pengemudi Bus
Transjakarta, dan akhirnya kesampaian,” ujar
Evi. Beberapa tahun kemudian, dia hengkang
lantaran sakit. Begitu sembuh, Evi hijrah ke
Kalimantan Tengah. Kali ini, membawa truk
pengangkut hasil pertanian, juga tabung
gas LPG. Sekembalinya ke Jakarta, Evi
mewujudkan cita-citanya sedari masa sekolah:
menjadi pengemudi bus Big Bird.
“Dulu, setiap pulang sekolah selalu melewati
pool Blue Bird. Dalam hati, saya ingin jadi
pengemudi busnya.” Tanpa proses berbelit,
Evi diterima bekerja. Terlebih dahulu sebagai
pengemudi taksi. Berselang beberapa bulan,
barulah dia membawa bus.
Bagi Evi, pekerjaan sebagai pengemudi
Big Bird sesuai panggilan jiwa. “Saya
menikmati. Saya belum ingin berhenti,”
katanya. Semangat, keberanian dan rasa
percaya diri membuat Evi tak gentar
menghadapi tantangan di jalanan,
termasuk preman yang kerap memalak.
Saat disinggung soal emansipasi perempuan,
dia memiliki jawabannya sendiri.
“Emansipasi jaman now itu tuntutan hidup
yang harus kita lengkapi,” kata Evi, lugas.
“Kalau dulu, Ibu Kartini ingin sama pintar
dengan pria, jangan sampai dibodoh-
bodohi. Sekarang, perempuan tidak bisa
hanya menunggu, lalu menuntut ini itu.
Salah. Perempuan juga tetap berusaha,
berkarya. Semisal ibu rumah tangga, kan bisa
berdagang online. Yang penting, halal.
Moto
Jadikan hobi sebagai pekerjaan.
Jika dilakukan dengan senang
hati, sampai kapan pun tidak
akan pernah bosan. Bikin suasana
ceria sepanjang perjalanan.
Selain menguasai setir dan mesin,
pengemudi juga harus memiliki
rasa percaya diri, jujur, dan
bisa dipercaya.
Yessi Diana Sondakh
Setangguh Pria
S
ama seperti Evi, Yessi juga pernah
menjadi pengemudi Bus Transjakarta,
bahkan angkatan pertama 2004, setelah
sebelumnya membawa bus pariwisata keliling
Jawa. Begitu mengetahui beberapa kawannya
bekerja di Blue Bird, dia pun mengikuti seleksi
dan diterima sebagai pengemudi taksi.
Lucunya, ketika dialihkan ke Big Bird, Yessi
justru merasa tidak sreg.
“Ternyata lebih enjoy di meter [taksi],” katanya,
tersenyum. Padahal Yessi mengantongi titel
sarjana ekonomi dan sempat kerja kantoran,
salah satunya di bank. Tak jarang, ia mendapat
tawaran bekerja sebagai pengemudi pribadi.
Namun dia bergeming, “Kadung cinta Blue Bird.”
Kali ini, tawanya berderai. Bagi Yessi, tak masalah
melakoni pekerjaan yang didominasi pria.
“Kalau pria bisa, kenapa saya tidak,” kata Yessi
seraya menceritakan pengalaman masa lalu.
“Sejak kecil, ayah mencekoki saya dengan
aktivitas khas laki-laki, termasuk mengutak-atik
mesin motor dan mobil. Pas SMP, saya mulai
belajar nyetir. Saya suka ngebut, tapi tidak
ugal-ugalan. Alhamdulillah belum pernah
menabrak, malah lebih sering ditabrak.”
Di balik tubuh rampingnya, Yessi memang
memiliki nyali besar. Saat masih membawa
Big Bird ke sebuah kota di Sumatra, dia
pernah berhadapan dengan “bajing loncat”
alias preman bersenjata tajam yang berniat
memalak dalam jumlah besar. Mau tak mau
dia melawan. Meskipun terluka di bagian
kepala, Yessi tetap melanjutkan perjalanan,
selamat sampai tujuan.
Sekalipun perkasa di jalanan, Yessi tak
memungkiri, dirinya masih memiliki kepekaan
khas perempuan, melankolis, terutama
saat sedih. Di sisi lain, dia senang menjalani
pekerjaan sekarang. Apalagi dia memiliki
banyak pelanggan. Bahkan salah satunya
baru-baru ini mengajaknya beribadah umrah
ke Tanah Suci.
Moto
Selama saya menikmati
pekerjaan, nyaman dan bisa
memenuhi kebutuhan keluarga,
saya akan menjalaninya.
Kita perempuan harus maju,
bisa berjuang dan bekerja,
bagaimanapun caranya,
asalkan halal. Sekalipun ada
pendamping hidup, tetap
harus mandiri.
Mutiara Biru
61