sebelum melepas topi yang ia kenakan untuk berpamitan dan berbalik pergi.
Kura-kura Hansol menumpang punggung anjing piaraan Mingyu yang menggoyangkan
ekornya, berlari senang menuju kuil. Tapi kemudian ia berhenti berlari, memutuskan untuk
berjalan di samping nenek Seungkwan, menjaganya bagai pelindung. Nenek Seungkwan
tertawa, lalu mengusap kepala anjing ramah itu.
Jeonghan meringis ketika Seungcheol mencium bibir pacarnya untuk terakhir kali. Mereka
berpegangan tangan. Tidak ada tangis di sana, hanya senyuman dan bisikan rendah yang sarat
akan rindu. Pacarnya mengingatkan Seungcheol untuk menjaga baik-baik pacarnya yang
sekarang. Seungcheol berjanji, mengaitkan kelingking mereka. Gadis itu mengecup pipinya
lagi, kemudian melambai dengan senyum termanis yang pernah Seungcheol lihat. Bersama
dengan adik perempuan Jeonghan, kedua gadis itu berjalan berpegangan tangan.
Ibu Minghao berdiri di depan anak lelaki dan suaminya, memandang mereka lembut tanpa
suara, sampai Minghao tiba-tiba saja membungkukkan badan. “Terima kasih karena sudah
melahirkanku, Mama…,” lagi, air mata berderai. “Terima kasih sudah menjadi ibuku…”
Susut ingus terdengar. Ibunya tersenyum. Dikecupnya puncak kepala Minghao, lalu ia balas
membungkuk. Ketika Minghao tegap kembali, ibunya membungkuk sejenak untuk pamit
pada mereka berdua. Tangan ayahnya meremas pundak Minghao, balas membungkuk sambil
menangis pada istrinya. Wanita itu berbalik dan menjauh.
Mereka semua terdiam memandangi arwah-arwah itu berjalan pergi. Suasana terlalu khidmat
untuk dirusak oleh perkataan seseorang. Meskipun begitu, Wonwoo memutuskan untuk
angkat bicara.
“Jihoon,” didekatinya sahabatnya yang masih memeluk kucing Wonwoo. “Ayo pulang.”
“Oh,” seolah ia baru sadar ada kucing Wonwoo bersamanya. “Sori, sori. Aku lupa kucing
kamu juga harus pulang.”
Wonwoo menggeleng.
“Lee Jihoon,” dipegangnya pergelangan tangan anak itu. “Sudah pagi. Kamu juga harus
pulang. Aku anterin.”
.....
“…Eh?”
Jihoon mengerjap dua kali. Ada tarikan napas kencang. Wonwoo menduga itu Jeonghan
karena daya tangkapnya jauh lebih cepat dari siapa pun. Orangtua Jihoon memproses itu
semua untuk beberapa saat… lalu mata mereka membelalak.
“W-won…? Maksud kamu… apa...?” Soonyoung mendesak jawaban.