An Ode: Shadow - A Seventeen Anthology | Page 99

sebelum melepas topi yang ia kenakan untuk berpamitan dan berbalik pergi. Kura-kura Hansol menumpang punggung anjing piaraan Mingyu yang menggoyangkan ekornya, berlari senang menuju kuil. Tapi kemudian ia berhenti berlari, memutuskan untuk berjalan di samping nenek Seungkwan, menjaganya bagai pelindung. Nenek Seungkwan tertawa, lalu mengusap kepala anjing ramah itu. Jeonghan meringis ketika Seungcheol mencium bibir pacarnya untuk terakhir kali. Mereka berpegangan tangan. Tidak ada tangis di sana, hanya senyuman dan bisikan rendah yang sarat akan rindu. Pacarnya mengingatkan Seungcheol untuk menjaga baik-baik pacarnya yang sekarang. Seungcheol berjanji, mengaitkan kelingking mereka. Gadis itu mengecup pipinya lagi, kemudian melambai dengan senyum termanis yang pernah Seungcheol lihat. Bersama dengan adik perempuan Jeonghan, kedua gadis itu berjalan berpegangan tangan. Ibu Minghao berdiri di depan anak lelaki dan suaminya, memandang mereka lembut tanpa suara, sampai Minghao tiba-tiba saja membungkukkan badan. “Terima kasih karena sudah melahirkanku, Mama…,” lagi, air mata berderai. “Terima kasih sudah menjadi ibuku…” Susut ingus terdengar. Ibunya tersenyum. Dikecupnya puncak kepala Minghao, lalu ia balas membungkuk. Ketika Minghao tegap kembali, ibunya membungkuk sejenak untuk pamit pada mereka berdua. Tangan ayahnya meremas pundak Minghao, balas membungkuk sambil menangis pada istrinya. Wanita itu berbalik dan menjauh. Mereka semua terdiam memandangi arwah-arwah itu berjalan pergi. Suasana terlalu khidmat untuk dirusak oleh perkataan seseorang. Meskipun begitu, Wonwoo memutuskan untuk angkat bicara. “Jihoon,” didekatinya sahabatnya yang masih memeluk kucing Wonwoo. “Ayo pulang.” “Oh,” seolah ia baru sadar ada kucing Wonwoo bersamanya. “Sori, sori. Aku lupa kucing kamu juga harus pulang.” Wonwoo menggeleng. “Lee Jihoon,” dipegangnya pergelangan tangan anak itu. “Sudah pagi. Kamu juga harus pulang. Aku anterin.” ..... “…Eh?” Jihoon mengerjap dua kali. Ada tarikan napas kencang. Wonwoo menduga itu Jeonghan karena daya tangkapnya jauh lebih cepat dari siapa pun. Orangtua Jihoon memproses itu semua untuk beberapa saat… lalu mata mereka membelalak. “W-won…? Maksud kamu… apa...?” Soonyoung mendesak jawaban.