Dan hanya butuh waktu tiga detik untuk otaknya berteriak ‘lari!’ dan kakinya menuruti.
***
“Kalian semua sudah di sini?!”
“Gimana para peserta?!”
“Hei, lihat, gengs, ini kura-kura yang aku certain dulu itu lho~”
Jun memutar bola mata. Memang Hansol tidak ada duanya dalam divisi Tidak Bisa Membaca
Situasi. Tetapi, melihat wajah ceria anak itu, ia tidak mengucapkan apa-apa, hanya menepuk
perlahan pundaknya. Jun memandang mereka yang ada di sana. Trio yang paling
tua—Seungcheol, Jeonghan, Joshua—bergerak gesit membagi tugas untuk mengamankan
para peserta. Mereka mengetuk pintu tetangga mereka, meminta tumpangan menginap untuk
malam ini. Anak-anak yang lebih muda membantu mereka bertiga, membawa teman-teman
sekolah mereka ke berbagai toko. Tentu tidak luput toko rangkap rumah mereka sendiri.
Malam sudah larut. Wajar jika ketukan pintu mereka tidak langsung dibuka. Para penghuni
jalan pertokoan segera membuka pintu ketika dilihatnya siapa yang mengetuk dan menyuruh
anak-anak itu masuk sebanyak yang rumah mereka bisa tampung. Yang tidak muat, dipindah-
kan ke rumah berikutnya. Ketiga belas anak lelaki itu bergerak efisien. Tidak perlu berebut
ucapan siapa yang harus dituruti. Tidak perlu bertengkar yang tidak perlu. Masing-masing
bagai tahu tugasnya. Seungkwan dan Seokmin tidak bisa membantu banyak, karena mereka-
lah yang paling ketakutan. Apalagi, nenek Seungkwan mendadak lenyap ketika ia masih
menangis memeluknya. Soonyoung meraup leher bagian belakang kedua anak lelaki itu dan
menarik kening mereka bersandar ke sisi kepalanya, mencoba menenangkan tangis keduan-
ya.
Wonwoo yang pertama mengernyit, menyadari satu hal.
“Jihoon nggak ada.”
Seungcheol mengangkat kepala. Refleks, ia menghitung jumlah para panitia. Wonwoo benar.
Jihoon tidak ada. Ia hendak bergerak, kembali ke kegelapan malam demi menemukan anak
lelaki itu, ketika dari balik sebuah belokan, Jihoon muncul.
“JIHOON!” Seungcheol memanggilnya. Jihoon, kaget, menoleh. “SINI! KAMU KE MANA
AJA SIH?!”
Jihoon memandang Seungcheol, menunduk menatap sepatunya, lalu tersenyum kecil. Ia
berlari menghampiri kumpulan tersebut. “Di luar sana bahaya! Kita harus tetap bersama-sa-
ma!” Seungcheol mengacak rambut pirang platina Jihoon. Kelegaan nyata terpampang di
wajahnya. “Ayo, kamu bantu yang lain! Anak-anak ini harus kita amanin.”