An Ode: Shadow - A Seventeen Anthology | Page 89

Anak yang paling takut dengan segala jenis horor itu pun meneguk ludah, dengan ragu meminta si kepala berbalik dan… “AAAAHHHHHHH!!!” Grupnya, berikut Seokmin, lari kocar-kacir ketika kepala itu berbalik mendadak, memamer- kan mata yang melotot serta bibir yang terbelah terlalu lebar hingga ke telinga. Kepala itu tidak berbadan. Seokmin tidak lagi memikirkan apa-apa selain ia harus segera lari dari situ. Secepatnya. Malang nian nasib si anak lelaki karena tidak ada satu tempat pun yang bisa memberikan rasa aman padanya. Ke mana ia mengarah, makhluk itu mengikutinya. Sampai suatu ketika, Seokmin tidak lagi merasa ia sedang diburu. Kakinya berhenti, berusaha menarik napas walau masih terengah-engah. Ia menoleh ke belakang. Nihil. Hanya ada langit malam dan kesunyian. Menghela napas, Seokmin kembali menatap depan— Kepala itu tiba-tiba muncul tepat di depan matanya. Tertawa nyaring. Seokmin gemetar seluruh badan, hampir pingsan. Keringatnya membanjir dan mukanya pucat pasi. Makhluk itu begitu dekat, mulutnya membuka lebar, memamerkan taring-taringnya yang haus akan darah. Seokmin sudah tak mampu berpikir, hanya bisa pasrah menerima takdir. Ia akan dimakan, ditelan mulai dari ubun-ubun… “SEOK!” Seungcheol menyambit mahkluk itu dengan kantung isi permen di tangannya. Meski tidak membunuh si makhluk, setidaknya ia mampu mengalihkan perhatiannya dari Seokmin. Kesal karena diganggu, makhluk itu berbalik, mengganti buruannya menjadi Seungcheol, yang malah memancing agar makhluk itu mengejarnya. Si anak lelaki memeletkan lidah, hampir-hampir terkesan ceria harus berkejaran dengan makhluk dunia lain. Jeonghan langsung melingkarkan lengannya ke leher Seokmin, menggeretnya keluar dari jalan utama dan masuk ke gang kecil di antara toko alat tulis dan toko tahu. Disandarkannya Seokmin ke tembok bercat putih. “Seok! Seokkie! Kamu nggak apa-apa?” “Itu apa-itu apa-itu-itu-“ “Seok!” ditepuk-tepuknya pipi anak itu, namun sia-sia. Jeonghan perlu membawa Seokmin pergi. Selain Seungcheol dan dirinya yang lebih cepat sadar, ada Mingyu, Minghao, dan Chan yang sedang berpencar untuk menyelamatkan peserta dan mengumpulkan panitia yang lain. Jeonghan memutar kepala, mencari celah teraman untuk mereka kabur, namun napasnya terkesiap saat disadarinya ada sesuatu memandangi mereka dari atas, tepat di arah jam 12. Ketika Jeonghan mendongak, sepasang mata merah di tengah kegelapan telah mengunci mereka berdua sebagai targetnya. Mata merah itu menyipit, seakan-akan sedang tersenyum lebar. Jeonghan bergidik dibuatnya.