yang paling atas. Dasi tidak bergeser sedikit pun. Dan, tentunya, kacamata tipis sebagai
pelengkap. Andai Jeonghan tidak mengenal anak lelaki itu luar dan dalam, mungkin ia akan
berpikir betapa membosankannya Joshua.
Padahal, jika ada satu hal yang sangat ‘tidak Joshua’, maka itu adalah ‘membosankan’.
“Tadi Cheol kan? Kenapa dia buru-buru gitu, Han, kan masih ada waktu setengah jam lagi?”
Joshua menelengkan kepala, bingung.
“Nggak tahu,” Jeonghan mengangkat bahu sambil lalu. “Mau pacaran kali.”
Mata Joshua membulat. “Hoho? Cheollie? Punya pacar?” dielusnya dagu sambil dipicing-
kannya mata penuh curiga. Lalu, ringisan mengembang di wajahnya. “Menarik. Patut diseli-
diki nih~”
“Huss! Udah sih, kasihan dia jadi bully-an kamu melulu,” Jeonghan mencubit main-main pipi
Jisoo. Yang dicubit hanya terkekeh, sepenuhnya sadar bahwa Jeonghan tidak lebih baik dari
dirinya dalam menjadikan Seungcheol bulan-bulanan. Setali tiga uang, mereka berdua ini.
“Ngomong-ngomong, gimana persiapan pesta Halloween sekolah kita? Beres?”
“Beres lah~” dengan percaya diri, anak lelaki berwajah manis itu mengangkat dagu. Senyum-
nya agak pongah. Jeonghan hanya memutar bola mata, sudah paham betul sifat asli Joshua
yang berbeda dari apa yang biasa dia tunjukkan di depan orang lain. Mereka berjalan bersi-
sian. Hari itu, matahari bersinar lembut di bulan Oktober yang tenang. Angin bertiup agak
dingin, membuat Joshua merapatkan jas seragamnya. “Aku udah set rundown acara tadi
malam. Nanti di ruang OSIS aku kasih ke kamu. Intinya sih, anak-anak bakal dikumpulin di
sekolah dari jam enam sore. Mereka datang udah berkostum. Terus kita party di aula olahraga
sampai jam delapan atau setengah sembilan malam, tergantung kesepakatan sama Pak Kepala
Sekolah nanti pas rapat.”
“Hmm…”
“Nah, dari situ kita pecah jadi dua kelompok. Yang kira-kira punya jam malam dari orang tua
atau yang sudah mau pulang, boleh pulang. Yang mau lanjut, bisa ikut acara trick or treat.
Jadi aku set mereka dibawa ke jalan pertokoan kita buat kelilingin ruko-ruko penduduk
sepanjang jalan ini. Pak kepala aliansi pedagang udah tahu dan setuju sih sama rencana kita
ini, dan dia mau rencanain juga supaya meriah, nanti jalan dan toko-toko dihias gitu.”
“Hoho~” Jeonghan bersiul. “Seru nih~”
“Iya kan?” Joshua tersenyum makin lebar. “Terus setiap toko dipersilakan kasih produk khas
mereka selain permen dan cokelat kayak biasa. Misalnya, toko kamu bisa kasih kudapan
pakai rempah, atau kafeku bisa kasih segelas es kopi susu racikan spesial. Terus toko bunga
Jihoon, misalnya, bisa kasih sekuntum carnation. Bebas aja.”