An Ode: Shadow - A Seventeen Anthology | Page 79

ngan para penghuninya. Mereka saling mengenal satu sama lain, karena, selain lahir dan tumbuh besar di area yang sama, setelah mereka menikah dan memiliki anak pun, anak-anak mereka pergi ke sekolah yang sama. Siklus yang takkan pernah terputus berdekade kemudian. Generasi anak muda saat ini didominasi oleh tiga belas anak lelaki. Entah bagaimana, tidak ada satu pun anak perempuan yang lahir seumuran mereka. Mereka berteman erat sejak masih bayi sampai sekarang, sampai mereka telah menginjak jenjang SMA. Bertigabelas, mereka bahu-membahu, menyokong siapa pun di antara mereka yang membutuhkan saran atau sekedar tempat sandaran. Bertengkar, saling bermusuhan untuk kemudian berbaikan kembali. Mereka tertawa, berbuat onar, bertingkah seolah dunia berada di bawah telapak kaki mereka. Kepongahan masa muda. Ketakutan akan masa depan. Dan masa kini yang terus berjalan dengan konstan. Mereka bergandengan tangan, menapak selangkah demi selangkah menuju tujuan masing-masing. *** “TELAT, TELAT, TELAT, TELAT!!” “MAIN GAME TERUUUSS!!” “BERISIK AH!! KENAPA AKU NGGAK DIBANGUNIN SIH?!” “UDAH BERKALI-KALI, CHEOL, ABANG JUGA CAPEK BANGUNINNYA!!” “KAMU NGGAK SARAPAN?!” “AKU UDAH TELAT!” terburu-buru, dengan jaket seragam hanya disampirkan di badan yang dilapisi kemeja dan rambut hitam lurus membentuk riap-riap berantakan, Choi Seung -cheol menuruni tangga. Derap kakinya berkumandang di rumah bertingkat dua merangkap toko beras tersebut. Saat dia menginjak dapur, yang sekaligus dijadikan ruang makan, ibunya tengah menggoreng telur, sementara kakak lelakinya sedang meneguk segelas besar susu dingin seperti biasa. Ayahnya pasti sudah menjaga toko sejak pagi buta, memastikan karung-karung beras yang baru saja masuk tertata rapi di display paling depan. Anak lelaki bungsu keluarga Choi itu mencomot selembar roti bakar, kemudian lari pontang-panting keluar rumah. Namun, ia sempat mendengar ibunya berteriak dari dalam. “CHEOL-AH, PULANG NANTI BELIIN TAUCO YA, NAK!” “BELI SENDIRI AJA SIH, MA, KE RUMAH YOON?!” “OH, GITU YA?! KAMU NGGAK USAH PULANG SEKALIAN YA!” “KOK GITU, MAH?!”