ngan para penghuninya. Mereka saling mengenal satu sama lain, karena, selain lahir dan
tumbuh besar di area yang sama, setelah mereka menikah dan memiliki anak pun, anak-anak
mereka pergi ke sekolah yang sama. Siklus yang takkan pernah terputus berdekade kemudian.
Generasi anak muda saat ini didominasi oleh tiga belas anak lelaki. Entah bagaimana, tidak
ada satu pun anak perempuan yang lahir seumuran mereka. Mereka berteman erat sejak
masih bayi sampai sekarang, sampai mereka telah menginjak jenjang SMA. Bertigabelas,
mereka bahu-membahu, menyokong siapa pun di antara mereka yang membutuhkan saran
atau sekedar tempat sandaran. Bertengkar, saling bermusuhan untuk kemudian berbaikan
kembali. Mereka tertawa, berbuat onar, bertingkah seolah dunia berada di bawah telapak kaki
mereka. Kepongahan masa muda. Ketakutan akan masa depan. Dan masa kini yang terus
berjalan dengan konstan.
Mereka bergandengan tangan, menapak selangkah demi selangkah menuju tujuan
masing-masing.
***
“TELAT, TELAT, TELAT, TELAT!!”
“MAIN GAME TERUUUSS!!”
“BERISIK AH!! KENAPA AKU NGGAK DIBANGUNIN SIH?!”
“UDAH BERKALI-KALI, CHEOL, ABANG JUGA CAPEK BANGUNINNYA!!”
“KAMU NGGAK SARAPAN?!”
“AKU UDAH TELAT!” terburu-buru, dengan jaket seragam hanya disampirkan di badan
yang dilapisi kemeja dan rambut hitam lurus membentuk riap-riap berantakan, Choi Seung
-cheol menuruni tangga. Derap kakinya berkumandang di rumah bertingkat dua merangkap
toko beras tersebut. Saat dia menginjak dapur, yang sekaligus dijadikan ruang makan, ibunya
tengah menggoreng telur, sementara kakak lelakinya sedang meneguk segelas besar susu
dingin seperti biasa. Ayahnya pasti sudah menjaga toko sejak pagi buta, memastikan
karung-karung beras yang baru saja masuk tertata rapi di display paling depan. Anak lelaki
bungsu keluarga Choi itu mencomot selembar roti bakar, kemudian lari pontang-panting
keluar rumah. Namun, ia sempat mendengar ibunya berteriak dari dalam.
“CHEOL-AH, PULANG NANTI BELIIN TAUCO YA, NAK!”
“BELI SENDIRI AJA SIH, MA, KE RUMAH YOON?!”
“OH, GITU YA?! KAMU NGGAK USAH PULANG SEKALIAN YA!”
“KOK GITU, MAH?!”