An Ode: Shadow - A Seventeen Anthology | Page 34

Ada banyak orang-orang di sana, sangat amat banyak, malah. Anak-anak kecil berlari ke sana-kemari, sampai-sampai Wonwoo harus beberapa kali mendengus (perlu kuulangi, Wonwoo benci anak kecil). Stand-stand yang ada juga dihias dengan ornamen-ornamen bunga. Soonyoung beberapa kali menyeretnya untuk mencicipi tester-tester yang ada; kau tahu sendiri bagaimana hiperaktifnya laki-laki itu. Secara keseluruhan, makanannya enak, walau Wonwoo harus tetap bertanya, “Apa ini ada udangnya, Bu?” atau juga, “Ini benar-be- nar hanya daging, kan? Tidak ada ikan?” Alerginya terhadap makanan laut memang merepotkan. Mereka bertiga—Soonyoung, Wonwoo dan Mingyu yang hanya mengekori di belakang—se- dang asyik mencicipi makanan saat tiba-tiba sebuah suara yang menyerupai sirine berbunyi dengan sangat keras dan sekonyong-konyong, orang-orang langsung berlari dari segala penjuru mengikuti asal suara itu. Baik itu anak-anak yang tadi sedang bermain, penjaga stand makanan, dan oh sial, Mingyu juga. Soonyoung dan Wonwoo bagaimana? Oh ya, mereka mau tak mau juga mengikuti arus itu. Sambil tetap bergandengan tangan (ini ide Soonyoung, laki-laki itu sangat penakut), keduanya berlari ke satu arah yang juga dihampiri semua orang. Ketika arusnya berhenti, barulah Wonwoo memperhatikan sekelilingnya. Matanya memperhatikan dengan saksama, dan satu hal yang baru ia sadari sekarang: mereka semua memakai baju putih. Ia menelan ludahnya, jantungnya bertalu-talu. Entah ini sebuah kebetulan atau tidak, tapi mereka semua yang ada di sini memang memakai baju putih. Wonwoo dengan kaus putih, Soonyoung dengan jaketnya yang juga berwarna putih, dan Mingyu— “Mana Mingyu?” tanya Wonwoo, baru sadar sepupunya itu hilang entah ke mana. Matanya mencoba mencari ke mana sosok laki-laki tinggi itu, tapi nihil. Mingyu tidak ada di kerumunan orang-orang ini. “Soonyoung, Mingyu di—“ “Itu Mingyu!” Seruan Soonyoung inilah yang membuat Wonwoo akhirnya menoleh ke arah panggung, menemukan Mingyu sedang—“Apa yang sedang ia lakukan di sana?” jeda sepersekian detik, kemudian ia bertanya lagi dengan sama herannya, “Apa ia sedang tidur?” “Mana ada orang tidur sambil memainkan—”Ada jeda yang cukup lama karena Soonyoung berhenti untuk menelan ludah, tanpa sadar mendekatkan dirinya pada Wonwoo. “I-itu, harpa- nya kan?” tanyanya kemudian, sarat akan ketakutan. Wonwoo terdiam, benar, itu harpanya. Harpa yang dimaksud Soonyoung seminggu yang lalu.