An Ode: Shadow - A Seventeen Anthology | Page 32

Namun, selebihnya tidak ada hal-hal aneh lagi. Mingyu yang cerewet sudah kembali, bahkan kadar cerewetnya bertambah dari saat terakhir Wonwoo bertemu dengannya. Ibu Wonwoo juga tidak mengkhawatirkannya lagi tiap malam, hanya sekadar mengucapkan, “Selamat malam” setiap kali Wonwoo akan tidur. Untuk burung yang selalu bertengger di pohon sana, jujur, Wonwoo belum terbiasa melihatnya. Sekeras apa pun ia melawan pemikiran dirinya—burung itu bukan melihatmu—yang terjadi selanjutnya adalah dirinya yang meng- gumam sendiri, “Apa mereka melihatku?” Sampai akhirnya, tibalah malam terakhir dari liburan itu. Wonwoo dan Soonyoung sedang mengepak pakaian mereka ketika Mingyu masuk, dengan wajah sumringahnya ia berkata, “Kalian mau main, tidak?” Soonyoung yang menjawab. Dengan alis bertautan, sebuah kebiasaan ketika ia penasaran, “Ke mana?” “Ada Pasar Malam di dekat lapangan. Acara tahunan setiap musim panas akan berakhir. Kudengar, itu guna menyambut tahun ajaran sekolah yang baru. Banyak anak-anak yang pergi ke sana, mitosnya sih kalau kau pergi ke acara itu dengan teman-temanmu, niscaya kau akan dilimpahi dengan kabar bahagia nantinya.” Soonyoung tampak tertarik. Wonwoo? “Kau percaya hal itu?” Mari kuperjelas. Wonwoo sangat amat realistis. Ia tidak percaya hal-hal semacam acara tahunan seperti ini memang akan menghasilkan dampak sebagaimana yang dielu-elukan. Tapi sahabatnya, Kwon Soonyoung, jangan ditanya. Laki-laki itu sangat menyukai hal-hal seperti ini—superstition things—tapi bersamaan, ketika dihadapkan dengan hal-hal sakral atau horor, malah ketakutan sendiri. Ini yang beberapa kali diprotes Wonwoo. Kalau ia percaya dengan hal-hal seperti itu, kenapa harus takut ketika membaca atau menonton film horor? “Aku akan menemanimu!” Soonyoung berlari ke arah Mingyu, merangkul lengan laki-laki itu dan menatap Wonwoo bingung. “Kau tidak ikut?” tanyanya heran. “Apa aku harus?” “Apa kau mau terjebak di rumah yang menyeramkan ini?” Ini, dialog Mingyu. Bukan Soonyoung. Dan respon yang didapatnya jelas tidak menyenang- kan. Soonyoung menelan ludahnya, otomatis langsung menoleh ke kanan kiri, belakang depan, siapa tahu menemukan setan atau makhluk apalah itu. Wonwoo terdiam, rahangnya mengeras (tanpa sadar, dirinya juga ketakutan). “Maksudmu?”