An Ode: Shadow - A Seventeen Anthology | Page 23

sana kala ia menjawab pertanyaan Wonwoo dengan sekadar, “Ya.” Singkat, padat, dan jelas. Namun, jawaban itu sendiri belum mampu menghapus pertanyaan yang bergelayutan di otak Wonwoo. Jadilah ia bertanya lagi, kali ini dengan pertanyaan—ke- mungkinan—yang berbeda, “Kau sakit?” Mingyu menggeleng, suaranya begitu pelan saat ia menjawab, “Tidak.” Wonwoo mengerutkan keningnya, ini aneh. Mingyu yang Wonwoo kenal beberapa minggu lalu, sangat amat cerewet dan tidak pernah menghabiskan sarapannya tanpa berceloteh. Dia akan menceritakan semua unsur kehidupannya, berbagi pengalamannya atau cerita teman-temannya. Meja makan tidak akan pernah berada dalam kesunyian jika ada Mingyu—ralat untuk tidak pernah, karena sekarang meja ini benar-benar sunyi. Hanya terdengar suara dentingan piring dan sendok. Juga kicauan burung yang anehnya terdengar lirih, dan gemerisik pohon rimbun yang berisik dan jauh sekali dari kata menyenangkan telinga. Bagusnya, ia mengajak sahabatnya, Kwon Soonyoung, untuk datang bertandang ke rumah baru sepupunya ini. Wonwoo pikir, ia akan menyesali keputusannya ini ketika ia mengingat bagaimana cerewetnya Soonyoung jika disatukan dengan Mingyu yang sama berisiknya, membayangkan 14 hari yang akan ia habiskan di sana pasti bakal sangat melelahkan untuk mendengar semua celotehan nonsense kedua orang itu. Tapi sekarang, penyesalan itu dengan cepat berubah menjadi sebuah keberuntungan. Lega sih, kalau Wonwoo boleh jujur, tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang juga risih akibat keberuntungan ini. Tidak lama kemudian, sarapan mereka semua selesai. Ibu Mingyu dan ibu Wonwoo memu- tuskan pergi ke pasar yang ada di dekat pusat kota, meninggalkan ketiga orang itu di rumah bersama dengan anjing Mingyu yang sedari tadi terus-menerus menggonggong di luar. Kalau kau bertanya-tanya di mana anggota keluarga yang lain, maka akan kujelaskan dengan singkat: ayah Mingyu sudah meninggal saat ia berumur 5 tahun, kecelakaan mobil, katanya. Ayah Wonwoo tidak tahu ada di mana, kedua orang tuanya sudah bercerai 5 tahun yang lalu, dan Wonwoo menjadi saksi dari itu semua. Anak tunggal yang malang, begitu ia menjulukin- ya dirinya sendiri setiap kali merasa stress (mengingatkan bahwa ya, ia memang sudah malang nasibnya dari dulu). Soonyoung sendiri, oh ayolah, keluarganya sangat harmonis. Ayah dan ibunya saling mencin- tai satu sama lain, setidaknya itu kesan yang didapatkan Wonwoo ketika ia bertemu keduanya dulu saat kenaikan kelas. Kakak Soonyoung, Seungyoun, menjadi atlet Taekwondo nasional. Yeji, adiknya yang pertama, baru saja merayakan ulang tahunnya yang ketujuh belas dengan mengadakan pesta yang begitu meriah. Wonwoo diundang, dan ia sangat amat terhibur dengan pertunjukan yang ditampilkan di sana. Perayaan itu lebih cocok disebut sebagai pasar malam ketimbang ulang tahun. (Soonyoung sangat marah ketika Wonwoo mengungkapkan pendapatnya ini, tapi ia diam-diam juga setuju). Adiknya yang terakhir, Dohyon, juga tidak kalah bahagia dari ketiga kakaknya. Minggu lalu, Soonyoung bercerita adiknya itu baru saja mendapatkan beasiswa ke Jepang, setelah berbulan-bulan mengincarnya. Keluarga Soon-