Agro Farm edisi 38 | Page 74

Hulu Hilir Pria asal Pacitan Jawa Timur ini juga memaparkan, untuk menurunkan harga daging sapi ini perlu melihat persoalan dari hulu sanpai hilir. Misalnya, sebelum ke konsumen, daging dijual pedagang pasar dan ada juga yang masuk melalui industri pengolahan, misalnya untuk dibuat bakso dan sosis. Pedagang pasar dan industri pengolahan mendapatkan Foto: Bimo ada pihak-pihak yang menghambat. Antara lain ada isu daging sapi yang diimpor Bulog tidak halal, tidak segar, mengandung hormon dan penyakit. Padahal, sebelumnya tidak ada isu seperti ini,” jelasnya. Meski demikian, Bulog terus berupaya agar daging bisa diserap pasar. Bulog bekerja sama dengan beberapa kelurahan membuka pasarpasar rakyat di lingkungan perumahan untuk menjual daging ke pasar konsumsi. “Kami dibantu pihak kelurahan, sehingga pasar-pasar kaget yang kami buat di pemukiman dapat memudahkan warga mendapatkan daging dengan harga yang murah, dan responnya juga cukup lumayan,” jelas Sutarto. Kata Sutarto, target Bulog tidak menyalurkan dengan cara seperti itu, harusnya Bulog menyalurkan daging langsung ke pasar tradisional yang bisa diserap masyarakat banyak. Kalau membuka pasar-pasar kaget di pemukiman, SDM yang dimiliki tidak mampu untuk menjual cara seperti itu. Sutarto Alimoeso daging melalui distributor. Distributor mendapat daging dari rumah pemotongan hewan (RPH) atau dari importir. RPH mendapatkan daging melalui feedlotter atau dari peternak sapi lokal. Feedlotter mendapatkan sapi dari impor atau peternak dalam negeri. “Kalau ingin memperbaiki harga, melihatnya dari hulu sampai hilir. Pertama, yang menentukan adalah ketersediaan sapi yang dipotong. Ketersediaan dari mana. diutamakan peternak dalam negeri dan dari feedlotter. Dari peternak cukup atau tidak, impor bagaimana? Kalau hitungan ini benar, harga pasti bisa dikendalikan dengan baik,” katanya. Lebih jauh, kata Sutarto, pemerintah dapat mengandalkan Bulog menurunkan harga daging sapi apabila ada stok daging sebanyak 8% sampai 10% dari total jumlah konsumsi. Berkaca pada beras, Bulog berhasil mengendalikan harga beras lantaran memiliki stok beras sebanyak 8% sampai 10% dari total konsumsi untuk melakukan operasi pasar. “Jumlah 3.000 ton daging sapi yang diimpor Bulog sangat kecil dibandingkan dengan jumlah konsumsi nasional yang mencapai 500.000 ton. Bahkan, dibandingkan dengan kuota impor daging 80.000 ton tahun ini ditambah sapi siap potong, jumlah 3.000 ton itu kecil sekali,” tandasnya. Seperti diketahui, sejak tiga tahun lalu, gejolak harga daging sapi sudah mulai terasa. Penyebabnya, Kementerian Pertanian memangkas kuota impor dari 120 ribu ton pada 2010, menjadi hanya 50 ribu ton. Pada semester pertama 2011, kuota impor dipangkas lagi menjadi 25 ribu ton. Alasan pemangkasan untuk mempersiapkan menuju swasembada daging pada 2014. Persoalannya, pasokan daging dari dalam negeri tak mencukupi kebutuhan nasional, utamanya di kalangan industri olahan maupun sektor hotel, restoran, dan catering (horeka). Sejak itu, harga terus membumbung hingga melewati angka Rp 80-90 ribu per kg dari normalnya hanya Rp 65 ribu/kg. irsa fitri Sutarto Alimoeso meninjau stok daging Bulok 7474 AgroFarm l Tahun III l Edisi 38 l September 2013 GeoEnergi l Tahun I l Edisi 06 l Desember 2010