Foto: Bimo
Benny Soetrisno, Ketua Umum GPEI dan Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan
Wood sudah diakui,’’ tuturnya.
Zulkifli mengatakan, penerapan
SVLK di Indonesia sudah mecapai
kemajuan cukup menggembirakan.
Sampai pertengahan Juli 2013,
sebanyak 124 unit pengelola hutan alam
disertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi
Lestari (PHPL) yang didalamnya
tercakup Verifikasi Legalitas Kayu (VLK).
Sedangkan pengelolaan hutan tanaman
dan kuasa pengelolaan hutan (KPH)
yang bersertifikat PHPL sudah mencapai
56 unit.
Menurutnya, saat ini antusiasme
untuk memperoleh SVLK sudah tinggi.
‘’Sebanyak 23 unit pengelola hutan
alam, 44 unit pengelola hutan tanaman,
dan 19 unit hutan hak sudah mendapat
SVLK. Adapun industri yang sudah SVLK
ada sebanyak 701 unit,’’ ucapnya.
Dia menjelaskan, data terbaru juga
menunjukkan bahwa pemberlakuan
SVLK terbukti tidak menurunkan
volume maupun nilai ekspor
produk kayu sebagaimana sering
dikhawatirkan oleh sejumlah pihak.
‘’Itupun sebelum penandatanganan
VPA dengan EU. Diharapkan, setelah
penandatanganan VPA, justru volume
ekspor bisa meningkat sejalan dengan
peningkatan legitimasi kayu Indonesia
di pasar dunia,’’ katanya.
Dia mengakui adanya SVLK bukan
berarti semua masalah telah selesai.
Oleh karena itu pihaknya meminta para
pihak terkait untuk terus melakukan
perbaikan-perbaikan mekanisme agar
permasalahan-permasalahan yang
timbul di lapangan dapat diatasi dan
kredibilitas SVLK tetap dijaga sebagai
satu sistem yang telah dibangun cukup
lama. “Ini sudah dimulai dari tahun
2003,” ujarnya.
Adapun implemetasi SVLK di
tingkat petani akan disediakan
pembiayaannya oleh Kementerian
Kehutanan (Kemenhut), termasuk
bantuan biaya pengawasan
(surveillance). Bantuan pembiayaan
itu akan dihentikan ketika para petani
sudah memanen hasil hutannya. ‘’Jadi
kegiatan penebangan liar (illegal
logging), kayu ilegal dan perdagangan
kayu ilegal (illegal timber trade) tidak
terjadi lagi. Ini zero toleran bagi kita,’’
paparnya.
Dia menambahkan, hal ini
semestinya menjadi perhatian khusus
UE dan negara-negara pengimpor
lainnya untuk tidak menampung
kayu ilegal dari negara lain. Dengan
demikian akan semakin terjamin,
bahwa hanya produk kayu dari bahan
baku yang benar-benar legal yang
disuplai ke pasar EU atau pasar global.
Zulkifli mengatakan, adanya SVLK
kayu bisa terukur, teratur dan betulbetul perdagangan kayu itu legal.
Dengan begitu pihaknya berharap kayu
ilegal itu tidak ada pasarnya lagi. Pasar
tertutup bagi perdagangan kayu ilegal.
Dia berharap, negara konsumen juga
konsisten memberlakukan ini dan pasti
ekspor kayu akan meningkat.
Meningkatnya kinerja ekspor
tersebut juga dapat memicu semangat
petani untuk menanam pohon. “Target
produksi kayu kita sampai tahun 2020
itu 60-70 juta metrik ton. Saat ini,
produksi kayu Indonesia tercatat 40
juta metrik ton,” katanya.
Direktur Bina Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Hutan Kementerian
Kehutanan Dwi Sudharto
menambahkan, pemerintah akan
segera melakukan pendekatan
AgroFarm l Tahun III l Edisi 38 l September 2013
terhadap pihak Jepang dan Korea
untuk memperkenalkan SVLK.
Kini Kementerian Kehutanan sudah
memulai inisiasi untuk membangun
pemahaman yang sama soal pentingnya
mekanisme sertifikasi kayu ini.
“Tujuannya agar mereka hanya terima
kayu legal dari Indonesia,” kata Dwi.
Menurutnya, selama ini dua
negara tersebut adalah negara
pengimpor kayu Indonesia yang masih
menampung kayu ilegal. Dwi Sudharto
menyebutkan, sejak Januari hingga
Mei 2013, nilai ekspor kayu Indonesia
mencapai USD 3,48 miliar. Sekitar
75,85% dari nilai itu atau sekitar USD
2,64 miliar merupakan hasil ekspor
kayu ke Asia. Adapun, ekspor ke Uni
Eropa hanya sekitar 10,02% dari nilai
itu atau sebesar USD 348 juta.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha
Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno
menuturkan, SVLK merupakan stimulus
untuk meningkatkan ekspor produk
kayu. Dengan SVLK ini diharapkan
volume ekspor bertambah, sepanjang
negara importir juga konsisten
mengimpor kayu legal. Barang harus
legitimate dari mana. “Kalau SVLKsudah
diakui oleh negara importir, artinya
sudah paling valid. Ditambah VPA ada
di dalamnya. Kita tidak perlu sertifikasi
dari lembaga swadaya asing lagi,”
tandasnya.
Dia menambahkan, kinerja ekspor
kayu olahan Januari hingga Mei 2013
tumbuh 0,6% dari USD 1,4 miliar pada
tahun lalu menjadi USD 1,43 miliar.
Adapun, nilai ekspor furniture pun
menurun dari USD 765 juta pada
periode Januar KSYZH?L?Y[??YHT???L?]HYH?[?X\?KSYZH?L???[YY??[?????B??