Foto : Bimo
imperium
harga Rp 70 ribu, ini lucu menurut
saya, karena petani sudah beli di
angka Rp 75 ribu. Disini petani
dirugikan. Dihitung-hitung oleh
Pak Teguh Boediyana (Ketua Umum
PPSKI,red) ratusan ribu peternak sapi
nasional bakal menanggung rugi Rp
1,8 triliun akibat kebijakan pemerintah
mempercepat impor daging dan sapi
bakalan dalam rangka stabilisasi
harga. Karena petani sudah kadung
membeli.
Di pemeliharaan berikut dia beli
sapi Rp 33 ribu per kilo berat hidup,
sekarang harus dijual Rp 28 ribu per
kilo berat hidup. Kalau pemerintah
mau menurunkan harga, itu kan
pemerintah tidak bijak. Harga itu
sudah terbentuk. Kalau kita mau
mengembalikan harga semula harus
bertahap. Daging Bulog, ditolak
karena dikontrak, feedlot harus
menjual harga sekian, dan menjual
sekian. Ini kan di kartel. Disini kan
tidak sehat. Dan tidak dilepas sesuai
dengan mekanisme pasar.
Populasi sapi Indonesia terus
merosot. Peternak khawatir kondisi
ini akan kembali menurunkan daya
saing ternak sapi loka, dan sapi
64
64
impor akan kembali merajai pasar
dalam negeri. Bagaimana Anda
melihat hal ini?
Ini jelas kalau kita kembali pada
kejadian tahun 1998 pada tahun
krisis itu, terjadi impor besar-besaran,
populasi naik. Begitu juga harganya
mahal sekali. Ini akan terjadi lagi pada
kejadian seperti tahun krisis tersebut.
Impor secara besar-besaran populasi
meningkat, secara alami petani yang
rugi dia tidak akan jual sapinya.
Petani bukan perusahan besar
seperti petani di Australia, hampir
90 persen sapi yang ada di Tanah
Air hasil dari peternakan rakyat. Gak
untung petani gak akan jual. Kejadian
1998 akan terjadi lagi pada tahun ini,
peningkatan populasi yang normal.
Seperti halnya sekarang, kemarin
dia tidak jual kalau harganya turun.
Harapan dia nanti di lebaran haji,
yang diharapkan bukan kilogram
hidup tapi kecantikan dari sapi itu.
Mengapa diintervensi di lebaran
haji, karena orang tidak memakan
daging, tapi orang beli sapi yang
dagingnya untuk didistribusikan. Dia
beli cantikya sapi lalu dipotong dan
dibagikan. Orang memerlukan sapi
hidup, sapi Australia tidak akan laku.
Ini kan salah persepsi lagi.
Bagaimana pemerintah dalam
membina petani sapi dan kerbau di
Indonesia saat ini?
Semuanya di atas kertas saja,
seperti contoh village breeding
center daerah-daerah yang dibina
pemerintah untuk pembibitan. Village
breeding center yang dilakukan untuk
membina petani-petani sapi di sana,
tapi pada kenyataan di lapangan yang
saya lihat tidak ada. Harusnya village
breeding center adalah perkampungan
yang menghasilkan bibit, bakalan
dan harusnya diberi insentif. Petani
dan peternak di wilayah itu dikasih
kredit dengan bunga bank yang
rendah, sehingga ia menghasilkan
bibit. Jadi pembinaannya, saya lihat
hanya di atas kertas saja. Semua di
pembukuannnya ada, tapi dalam
operasionalnya tidak menghasilkan.
Satu contoh populasi kenapa turun,
berarti tidak melakukan pembinaan.
Bagaimana Anda melihat program
swasembada daging yang ditarget
pemerintah tahun 2014?
Swasembada daging yang ditarget
pemerintah dengan sendirinya
dinyatakan gagal dengan terbitnya
Kepmendag No. 699/M-DAG/
Kep/7/2013 tentang stabilisasi harga
daging dan Permentan No.74/
Permentan/PD.410/7/2013. Pada
implementasinya, pemerintah telah
membuka keran impor sapi yang
cukup besar dalam rangka stabilisasi
harga.
Pada kasus ini, atas kebijakan
tersebut memberikan indikasi bahwa
sebenarnya PSDSK 2014 telah gagal
dengan sendirinya. Pasalnya, salah
satu tolok ukur dari swasembada
daging sapi adalah rasio impor
dengan produksi daging sapi di
dalam negeri berkisar 10-15 %.
Namun realitanya di tahun 2013
impor yang semula dipatok sekitar
15 %, kini akan melebihi dari 20%
dengan tujuan agar harga daging sapi
turun mencapai sekitar Rp 75.000,00/
kg sehingga tidak lagi meresahkan
masyarakat. Rasio impor secara
otomatis sudah melanggar blue print
mereka sendiri. Secara de facto sudah
seperti itu.
Bagaimana solusi dari PPSKI
terhadap persoalan daging di tanah
air?
Harus ada paket kebijakan
komperhensif. Satu contoh, misalnya
kebijakan ini harus sejalan dengan
kebijakan pembinaan RPH, village
breeding center, kebijakan transportasi
harus diselesaikan dengan cara ini.
Bulog ditunjuk pemerintah
untuk mengurusi daging nasional,
bagaimana seharusnya kinerja
Bulog?
Menurut saya Bulog harus
bermain cantik. Bulog bukan
hanya bermain di distribusi atau
penyaluran. Kenaikan harga daging,
ada satu keinginan pasar yang harus
dimengerti Bulog. Contoh di Hari
Raya yang dibeli daging, jeroan tidak
dibeli, keuntungan jagal dari mana?
AgroFarm l Tahun III l Edisi 38 l September 2013
GeoEnergi l Tahun I l Edisi 06 l Desember 2010