Agro Farm edisi 38 | Page 23

cover story Dr Ir Ade Wachjar MS : White Kopi Hanya Strategi Bisnis Foto: Bimo Komoditas kopi sebagai salah satu andalan sektor pertanian Indonesia kini mulai memudar. Tergerus oleh komoditas kelapa sawit dan kakao yang dinilai petani lebih menguntungkan dari sisi ekonomi. Akibatnya total luasan areal perkebunan kopi menyusut, produktivitas menurun, yang berdampak terhadap kontribusi hasil devisa nasional. Perlu revitalisasi untuk dorong komoditas kopi menjadi pendulang devisa yang handal. P emerhati Kopi, Dr Ir Ade Wachjar.MS mengaku, melemahnya pamor kopi karena perhatian pemerintah dan pengusaha, termasuk petani yang mulai mengabaikan kopi sebagai komoditas unggulan yang mampu memberi kesejahteraan kepada petani Indonesia. “Sepertinya, pemerintah dan pengusaha lebih fokus ke pengem­ bangan kepala sawit. Akibatnya, per­ ebunan kopi tidak terurus karena k banyak ditinggalkan petani,” ucap Ade dalam pada Agrofarm di kantornya di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB). Peraih master di bidang kopi dan doktor saat meneliti coklat membuat Ade cukup intens dengan mengamati perkembangan kopi dan coklat nasional. “Banyak petani kita mulai melalaikan mengurus kebun kopinya karena hasil yang diperoleh jauh dari yang diharapkan,” ucapnya. Kondisi itu diperparah karena penanganan panen dan paska panen yang tidak dilakukan secara baik. “Di Toraja, kita bahkan sampai mengirim orang untuk mengajarkan bagaimana memanen yang baik, memangkas tana­ man yang baik, karena pena­ ganan n ter­ adap tanaman kopi ber­ engaruh h p terhadap produksi kopi yang dihasilkan,” katanya. Perawatan kebun kopi yang ti­ dak memenuhi standar perawatan perkebunan yang baik menyebabkan produktivitas terus menurun. Peng­ hasilan perkebunan kopi kini berada pada kisaran 700-800 kilogram per hektare dalam setahun. “Padahal, bila dikelola dengan baik bisa menghasilkan produksi antara 1,5 sampai 2 ton per hektare dalam setahun,” ucapnya. Kondisi ini semakin diperparah dengan penurunan areal perkebunan kopi dalam delapan tahun terakhir. Bila pada 2005 total areal perkebunan kopi mencapai 1,265 juta hektare, pada 2013 areal perkebunan kopi menyusut 30.000 hektare menjadi 1,235 juta hektare . Ade mengingatkan, bahwa tanaman kopi memang butuh penanganan yang baik untuk diperoleh hasil yang maksimal. Dia mencontohkan faktor cuaca sangat berpengaruh terhadap produksi kopi. Kopi butuh iklim kering sepanjang penyerbukan. “Memang bila dilihat dari luasan areal, penurunannya tidak signifikan. Tapi, trend itu tetap harus diwaspadai karena mencerminkan turunnya komoditas kopi nasional,” katanya. Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi, Indonesia kini berada di urutan keempat sebagai produsen kopi terbesar di dunia di bawah Brasil, Kolumbia dan Vietnam. Padahal, sebelum 2005, Indonesia masih menduduki peringkat tiga besar dunia untuk total produksi kopi nasionalnya. Pengembangan perkebunan kopi terkendala karena pemerintah lebih condong mengembangkan kopi arabica dibanding robusta. Itu bisa dipahami karena saat ini, 90 persen produksi kopi AgroFarm l Tahun III l Edisi 38 l September 2013 nasional dikontribusikan oleh kopi jenis robusta. Padahal, penanaman kopi arabica harus dilakukan di ketinggian di atas 700 meter. “Jadi mencari lahan dengan kontur seperti itu memang tidak gampang,” katanya. Selain itu, pengembangan varietas unggul dari kopi memang tidak secepat pengembangan komoditas lain seperti kelapa sawit dan kakao. “Ada beberapa permasalahan kenapa kopi nasional tidak berkembang dengan baik di hulu,” katanya. Padahal, dari sisi jenis, kopi Indonesia punya kekhasan yang punya nilai jual cukup tinggi. Setidaknya ada beberapa jenis kopi spesial, seperti Java Coffee, Toraja, Bali, Baliem, dan kopi Gayo. “Kopi-kopi itu punya aroma khusus dan hanya bisa ditanam di wilayah itu. Jadi nilai jualnya sangat tinggi. Memang yang termahal tetap Luwak Kopi,” katanya. Namun, dia mengingatkan, bahwa Luwak kopi menjadi terkenal karena bi­i kopi yang dihasilkan melalui proses j fermentasi pencernaan musang. Di sisi hilir, industri kopi memang lebih bagus dibanding di hulunya. “Industri kopi tumbuh subur dan terus berkembang,” aku Ade. Mengenai berkembangnya white coffee, Ade mengaku tidak melihat seba­ ai ancaman untuk pengembangan g komoditas kopi baik di hulu maupun hilir. “White coffee itu kan rasa kopinya tidak nyata dibandingkan dengan kopi hitam. Itu bagian dari strategi bisnis saja,” paparnya. iin achmad 23